Jumat, 04 Mei 2012

Menyeimbangkan Stres dan Pemulihan


Konsep memaksimalkan kinerja dengan menggilir periode kegiatan dengan periode istirahat mula – mula di kemukakan oleh Flavius Phiostratus ( 170 – 245 M ), penulis petunjuk pelatihan bagi atlet Yunani. Namun para ahli Rusia mengangkt kembali konsep ini pda tahun 1960-an dan mulai diterapkan . saat ini, perbandingan rasio “bekerja-istirahat” terletak pada inti periodisasi, suatu metode pelatihan yang digunakan para atlet terkemuka di seluruh dunia. Pengetahuan mengenai periodisasi dari tahun ke tahun semakin tepat dan canggih, walaupun konsep dasarnya belum berubah. Setelah periodisasi berlangsung, tubuh harus mengisi kembali sumber utama energi biokimia. Dan inilah yang disebut “kompensasi”. Pada fase ini, energi yang tadinya dikeluarkan dipulihkan kembali. Semakin tinggi intensitas latihan atau tuntutan kerja, semakin banyak pasokan energiyang harus diperbaharui secara seimbang. Jika tidak demikian, kinerja akan mengalami penurunan.

Energi merupakan kapasitas untuk melakukan pekerjaan. Mengeluarkan dan memulihkan energi merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia

Memulihkan energi tidak hanya membuat kita sehat dan bahagia, tetapi juga memperbarui kinerja. Hampir semua orang pernah mengalami over training ( terlalu banyak berlatih ) dan under trining ( terlalu sedikit berlatih ) dalam satu atau ledih dimensi, antar fisik, emosional, mental, atau spiritual. Baik itu over trining maupun under trining memiliki konsekuensi terhadap kinerja, misal sakit, cidera terus menerus, cemas, kesal, marah, sulit konsentrasi dan kurang semangat.

Menyeimbangkan stres dan pemulihan sangatlah penting, itu bisa diterapkan dalam semua bidang kehidupan dalam aspek mengelola energi. Energi yang kita keluarkan berasal dari cadangan yang kita miliki dalam tubuh. Ketika kita memulihkan energi, cadangan dalam hidup kita terisi kembali. Bila terlalu banyak energi yang dikeluarkan tanpa disertai pemulihan yang mencukupi, maka kita akan kehabisan energi atau kelelahan ( berlebihan menggunakan dan akhirnya kehabisan ). Sebaliknya, pemulihan yang terlalu banyak dan sementara stres yang dihadapi tidak mencukupi hal itu akan mengarah pada terjadinya atrofia dan kelemahan.

Proses yang sama juga terjadi pada dimensi emosional, mental dan spiritual. Kekuatan dan kelemahan emosional dapat diukur dari keterlibatan aktif dengan orang lain dan denganperasaan kita sendiri. Ketajaman mental akan berkurang jika tidak ada tantangan intelektual yang sedang atau akan terjadi. Sedangkan kapasitas energi spiritual dapat diukur dari penelaahan kembali secara teratur nilai – nilai yang ada pada diri kita. Keterlibatan penuh memerlukan penanaman keseimbangan yang dinamis antara pengeluaran energi (stres) dan pemulihannya dalam semua dimensi.

Namun, kebanyakan orang cenderung menjalan kehidupan yang jauh lebih linear. Kita sedang berasumsi sedang mengeluarkan energi secara tidak terbatas pada dimensi – dimensi tertentu, seperti mental dan emosional, dan dapat bekerja efektif tanpa harus mengeluarkan energi sama sekali pada dimensi – dimensi lainya seperti fisik dan spiritual. Kehidupan kita datar – datar saja.

(diterjemahkan dari The Power Of Full Engagement : Managing Energi, Not Time , Is The Key to High Performance and Personal Renewel, Jim Loeke and Tony Schwaltz, NY 2003. )