Konsep memaksimalkan kinerja dengan menggilir periode
kegiatan dengan periode istirahat mula – mula di kemukakan oleh Flavius
Phiostratus ( 170 – 245 M ), penulis petunjuk pelatihan bagi atlet Yunani.
Namun para ahli Rusia mengangkt kembali konsep ini pda tahun 1960-an dan mulai
diterapkan . saat ini, perbandingan rasio “bekerja-istirahat” terletak pada
inti periodisasi, suatu metode pelatihan yang digunakan para atlet terkemuka di
seluruh dunia. Pengetahuan mengenai periodisasi dari tahun ke tahun semakin
tepat dan canggih, walaupun konsep dasarnya belum berubah. Setelah periodisasi
berlangsung, tubuh harus mengisi kembali sumber utama energi biokimia. Dan inilah
yang disebut “kompensasi”. Pada fase ini, energi yang tadinya dikeluarkan
dipulihkan kembali. Semakin tinggi intensitas latihan atau tuntutan kerja,
semakin banyak pasokan energiyang harus diperbaharui secara seimbang. Jika
tidak demikian, kinerja akan mengalami penurunan.
Energi
merupakan kapasitas untuk melakukan pekerjaan. Mengeluarkan dan memulihkan
energi merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia
Memulihkan energi tidak hanya membuat kita sehat dan
bahagia, tetapi juga memperbarui kinerja. Hampir semua orang pernah mengalami
over training ( terlalu banyak berlatih ) dan under trining ( terlalu sedikit
berlatih ) dalam satu atau ledih dimensi, antar fisik, emosional, mental, atau
spiritual. Baik itu over trining maupun under trining memiliki konsekuensi
terhadap kinerja, misal sakit, cidera terus menerus, cemas, kesal, marah, sulit
konsentrasi dan kurang semangat.
Menyeimbangkan stres dan pemulihan sangatlah penting,
itu bisa diterapkan dalam semua bidang kehidupan dalam aspek mengelola energi. Energi
yang kita keluarkan berasal dari cadangan yang kita miliki dalam tubuh. Ketika kita
memulihkan energi, cadangan dalam hidup kita terisi kembali. Bila terlalu
banyak energi yang dikeluarkan tanpa disertai pemulihan yang mencukupi, maka
kita akan kehabisan energi atau kelelahan ( berlebihan menggunakan dan akhirnya
kehabisan ). Sebaliknya, pemulihan yang terlalu banyak dan sementara stres yang
dihadapi tidak mencukupi hal itu akan mengarah pada terjadinya atrofia dan kelemahan.
Proses yang sama juga terjadi pada dimensi emosional,
mental dan spiritual. Kekuatan dan kelemahan emosional dapat diukur dari
keterlibatan aktif dengan orang lain dan denganperasaan kita sendiri. Ketajaman
mental akan berkurang jika tidak ada tantangan intelektual yang sedang atau
akan terjadi. Sedangkan kapasitas energi spiritual dapat diukur dari penelaahan
kembali secara teratur nilai – nilai yang ada pada diri kita. Keterlibatan penuh
memerlukan penanaman keseimbangan yang dinamis antara pengeluaran energi
(stres) dan pemulihannya dalam semua dimensi.
Namun, kebanyakan orang cenderung menjalan kehidupan
yang jauh lebih linear. Kita sedang berasumsi sedang mengeluarkan energi secara
tidak terbatas pada dimensi – dimensi tertentu, seperti mental dan emosional,
dan dapat bekerja efektif tanpa harus mengeluarkan energi sama sekali pada
dimensi – dimensi lainya seperti fisik dan spiritual. Kehidupan kita datar –
datar saja.
(diterjemahkan dari The Power Of Full Engagement : Managing Energi, Not Time , Is The Key to High Performance and Personal Renewel, Jim Loeke and Tony Schwaltz, NY 2003. )