Konservasi tanah merupakan penggunaan tanah sesuai dengan daya guna
dan kemampuan, setelah memanfaatkannya kita harus memelihara/mempertahankan
produktivitasnya dengan jalan memperlakukan dengan syarat yan gdiperlukan.
Konservasi tanah bukan berarti penundaan pemanfaatan tanah, tetapi menyesuaikan
macam penggunaannya dengan sifat-sifat atau kemampuan tanah, dan memberikan
perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlikan. Pada dasarnya usaha
konservasi tanah harus dilakukan melalui/dengan:
1.
Mengurangi besar energi perusak
2.
Meningkatkan ketahanan agregat
tanah terhadap pukulan air hujan dan kikisan limpasan permukaan
3.
Memperbaiki pelindung.
Kemiringan suatu lahan dapat mempengaruhi erosi karena pengaruhnya
lewat energi. Sifat lereng yang mempengaruhi energi penyebab erosi adalah:
1. Kemiringan
2. Panjang Lereng
3. Bentuk Lereng
Kemiringan akan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan
permukaan. Pada dasarnya makin curam suatu lereng, makin cepat laju limpasan
permukaan, infiltrasi sedikit, volume limpasan permukaan semakin besar. Jadi,
dengan meningkatnya prosentasi kemiringan, erosi akan semakin besar.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka perbaikan
fungsi lahan pertanian di kawasan yang miring dalam suatu arahan konservasi
untuk setiap satuan lahan, arahan secara vegetatif maupun mekanis. Usaha-usaha yang diusahakan dalam arahan tersebut antara lain :
1.
Arahan konservasi lahan secara
vegetatif
Upaya konservasi secara vegetatif merupakan salah satu
upaya dalam memperbaiki kondisi biofisik lingkungan yang telah rusak. Konservasi secara vegetatif ini
diharapkan mampu memberikan dampak
positif dalam segi ekologi, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, perlu
diupayakan suatu sistem yang perlindungan lingkungan berbasis vegetatif dengan
pilihan teknologi agroforestri.
2.
Arahan konservasi lahan secara
mekanis
Upaya konservasi secara mekanis diperlukan secara
temporal terutama pada lahan-lahan yang telah mengalami kerusakan parah guna
mengurangi sedimentasi ke sungai sebelum usaha secara vegetatif mampu
mengurangi tingkat sedimentasi di sungai. Konservasi secara mekanis ini yaitu
a). Pembuatan saluran pembuangan air (SPA), saluran pembagi, bangunan terjunan,
perbaikan dan penguatan teras ; dan b). Pembuatan bangunan-bangunan penahan dan
pengendali sedimen (check-dam, bangunan penahan, dsb)
Upaya Konservasi
1.
Filter
Vegetasi
Kondisi landform sebagian wilayah pertanian di lahan
miring berupa perbukitan memanjang yang terdiri dari puncak bukit dan lereng
tunggal yang menuju lembah berupa aliran sungai yang juga memanjang mengikuti
torehan gunung. Dalam kondisi seperti
saat ini di mana sebagian besar lahan tidak tertutup oleh vegetasi permanen
atau gundul, maka terjadi erosi yang sangat hebat dan sebagian besar akan masuk
ke aliran sungai sebagai sedimen terangkut. Demikian pula longsoran tebing yang
pada umumnya berada langsung di atas aliran sungai, apabila tidak ada penahan
yang cukup kuat maka akan langsung masuk ke sungai. Hal inilah yang memicu terjadinya banjir bandang di bagian hilir. Sepanjang
bantaran sungai-sungai di kawasan Pegunungan yang umumnya berbentuk V pada
umumnya tidak memiliki penahan (Gambar 1).
Untuk mengurangi jumlah
sedimen di sungai, maka material yang akan masuk sungai perlu dihambat dengan
berbagai upaya, diantaranya adalah rorak (lubang pengendap), strip vegetasi dan
filter vegetasi. Filter vegetasi ditanam disepanjang tepi sungai atau bantaran
sungai selebar antara 10 – 25 m, berupa tanaman yang sangat rapat terdiri dari
beraneka species. Salah satu filter vegetasi yang sudah ada di beberapa lokasi
adalah bambu. Pemilihan tanaman harus mempertimbangkan kecepatan tumbuhnya.
Oleh karena upaya ini merupakan penyelamatan, maka diperlukan tanaman yang bisa
tumbuh cepat, misalnya kombinasi kaliandra dan rumput-rumputan. Jika tanaman
pioner sudah menutup permukaan maka bisa diikuti dengan penanaman jenis-jenis
lainnya.
Gambar 1.
Pohon di bantaran sungai sebagai penahan dan penguat tebing.
Penanaman filter sedimen di
sepanjang bantaran sungai harus benar-benar dilaksanakan secara rapat agar
justru tidak terbentuk konsentrasi aliran pada “lubang-lubang” barisan tanaman.
Adanya lubang-lubang ini dapat mengakibatkan aliran terkonsentrasi sehingga
laju aliran sangat besar dan memiliki kekuatan merusak yang sangat besar.
Prinsip saringan vegetasi adalah memecahkan aliran dan membuat aliran merata
sehingga terjadi pengurangan kecepatan aliran yang selanjutnya memberi
kesempatan untuk mengendapkan sebagian dari material tanah yang terangkut.
2.
Strip
Vegetasi
Lereng di kawasan miring pada umumnya berupa lereng
tunggal sederhana sehingga mempunyai bidang permukaan seragam dan luas. Apabila
lereng seperti ini dalam keadaan terbuka atau gundul maka tidak ada yang
menghambat ketika terjadi limpasan permukaan. Limpasan permukaan akan mengalir
dengan bebas sehingga mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk menggerus dan
mengangkut.
Upaya yang paling cepat, murah
dan efektif untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut adalah dengan
menanam tanaman secara baris mengikuti garis kontur atau dikenal sebagai strip
vegetasi. Cara ini sangat banyak diterapkan di kawasan berbukit dan bergunung
di Filipina khususnya di Mindanao yang dikenal dengan Strip Vegetasi Alami (NVS
: Natural Vegetation Strips). Pada bidang lereng ditarik garis-garis kontur
dengan jarak antara 5 – 10 m tergantung dari besarnya kemiringan. Pembuatan
garis kontur merupakan proses yang sulit jika belum berpengalaman, sehingga
perlu adanya pelatihan bagi para petani dan petugas lapangan.
Jenis tanaman yang dipilih
untuk strip vegetasi biasanya berupa kombinasi antara tanaman perdu seperti
rumput, vetifer, jenis-jenis leguminosa (kaliandra), sampai beraneka jenis
pohon. Tanaman ditanam secara rapat sepanjang
garis kontur yang sudah ditetapkan,
Tanaman seperti rumput gajah atau setaria dan vetifer bisa dipanen
secara berkala tetapi tidak sampai membongkar rumpun atau perakarannya sehingga
jika terjadi hujan dan limpasan permukaan barisan (strip) ini masih berfungsi sebagai
penghalang aliran air. Adanya tanaman lain baik perdu maupun pohon yang bisa
dipangkas akan memperkuat sistem untuk menghambat laju aliran air permukaan
langsung ke arah bawah lereng.
Gambar 2. Strip vegetasi : penanaman tanaman sehingga
membentuk barisan atau strip sepanjang garis kontur.
3. Konstruksi
Bangunan Konservasi
a.
Teras :
Perbaikan dan Penguatan
a.1. Teras Gulud
Teras
gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan penguat guludan (bisa dari
rumput alami) dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras gulud umumnya
dibangun pada lahan dengan kelerengan agak landai (<15%), berfungsi
untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam
tanah. Saluran air berfungsi untuk mengalirkan air aliran permukaan dari bidang
olah ke saluran pembuangan air. Teras gulud yang dibuat sebaiknya
dikombinasi dengan teras individu pada setiap pohon yang ditanam.
Gambar 3.
Pembangunan dan Konstruksi Teras Gulud
Konstruksi
teras gulud:
o
Buat garis kontour sesuai dengan jarak
vertikal = 1.25 m
o
Pembuatan guudan dimulai dari lereng
atas dan berlanjut ke bagian bawahnya.
o
Teras gulud dan saluran airnya dibuat membentuk sudut (0,1-0.5 %) dengan
garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan air.
o
Saluran air digali dan tanah hasil
galian ditimbun di bagian bawah lereng dan dijadikan guludan.
o
Tanami guludan dengan rumput penguat dari rerumputan alami.
o
Bila tidak ada Saluran Pembuangan Air
yang alami diperlukan konstruksi saluran pembuangan air yang aman.
a.2. Teras Bangku
Seperti
halnya teras gulud, teras bangku berguna untuk menurunkan laju aliran permukaan
dan menahan erosi. Teras bangku dibuat dengan jalan memotong lereng dan
meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi suatu deretan berbentuk tangga.
Sebagian kecil saja dari kawasan di Pegunungan Kapur di Malang Selatan ini
direkomendasikan teras bangku datar sebagai tempat tanaman pohon atau tanaman
pangan dan sayuran dengan kombinasi strip vegetasi. Teras bangku ini memerlukan
biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan teras bangku datar atau
teras bangku berlawanan arah kemiringan.
Gambar
4. Rancangan Konstruksi Teras Bangku
Gambar 5. Penguat Tebing
(dinding) pada Konstruksi Teras Bangku
Pembuatan:
o
Teras bangku dibuat dengan jarak
vertikal 0.5 sampai 1 m.
o
Pembuatan teras dimulai dari lereng
atas dan terus ke lereng bawah untuk menghindarkan kerusakan teras yang sedang
dibuat oleh air aliran permukaan bila terjadi hujan.
o
Tanah bagian atas digali dan ditimbun
ke bagian lereng bawah sehingga terbentuk bidang olah baru. Tampingan teras
dibuat miring; membentuk sudut 200% (63o) dengan bidang horizontal.
o
Kemiringan bidang olah berkisar 0 – 3%
mengarah saluran teras.
o
Guludan (bibir teras) dan bidang
tampingan teras ditanami dengan tanaman berakar rapat, cepat tumbuh dan
menutupi tanah dengan sempurna.
o
Sebagai kelengkapan teras perlu dibuat
saluran teras, saluran pengelak, saluran pembuangan air serta terjunan. Ukuran
saluran teras: lebar 15-25 cm, dalam 20 15 cm.
o
Untuk mengurangi erosi dan
meningkatkan infiltrasi, rorak bisa dibuat di dalam saluran teras atau saluran
pengelak.
o
Air aliran permukaan perlu diarahkan
pada saluran pembuang air yang aman
a.
Saluran
Pembuangan : SPA dan Saluran Pembagi
Saluran pembagi atau diversion tunnels merupakan selokan
di atas bibir teras untuk mengalirkan air ke arah saluran pembuangan. Aliran
permukaan dari sebuah bidang teras yang menuju ke arah bawah ditampung didalam selokan ini dan pembuangannya
dibagi dua ke arah sisi kanan dan kiri. Ukuran atau penampang melintang saluran ini disesuaikan dengan
lebar dan panjang teras serta kemiringannya, umumnya lebar 20 – 40 cm dengan
kedalaman 20 – 40 cm. Jika teras permanen, maka bibir teras dan dasar saluran
pembagi sebaiknya diperkuat dengan
rumput. Pemeliharaan saluran pembagi perlu selalu dilakukan sebelum musim
penghujan karena adanya sedimen yang mengendap di dasar saluran dapat
mengurangi kapasitas saluran.
Gambar 6. Saluran pembagi (diversion tunnels) dan saluran pembuangan (SPA) untuk mengendalikan
aliran air sebagai bagian dari
pembangunan teras
Saluran pembuangan air (SPA) merupakan saluran yang
arahnya tegak-lurus kontur, berfungsi untuk menampung aliran air dari saliran
pembagi dan mengalirkannya ke bagian bawah lereng. Saluran ini menampung aliran
dari beberapa saluran pembagi sehingga jumlah alirannya cukup besar dan jika
kemiringan agak curam maka kecepatannya juga sangat tinggi. Oleh sebab itu ukuran saluran
pembuangan air harus agak besar dan agak dalam, biasanya lebar 0,5 – 1 ,0 m dengan kedalaman
antara 0,5 – 1 m. Karena aliran air di saluran ini sangat deras, maka sering
terjadi penggerusan dasar saluran atau tebing saluran, sehingga mengakibatkan
runtuh atau longsor. Untuk menghindari kejadian itu, biasanya dasar saluran pembuangan
diperkuat dengan batu atau rumput demikian pula tebing-tebingnya. Jika saluran
ini agak panjang dan curam, maka perlu dilakukan pemotongan saluran dengan
membuat bangunan terjunan (drop structure)
yang akan diuraikan dalam bab berikut.
b.
Bangunan
Terjunan
Sebagaimana
diuraikan dalam bab sebelumnya, bangunan terjunan ini merupakan bagian dari
saluran pembuangan air yang ditujukan untuk pengamanan saluran dan
mengendalikan aliran air. Bangunan terjunan dibuat sepanjang
saluran pembuangan air yang tegak lurus dengan arah garis kontur. Ukuran dan
bentuk bangunan terjunan tergantung dari kemiringan saluran dan besarnya
saluran. Pada umumnya bangunan terjunan terdiri dari
beberapa bagian (lihat Gambar 7), yang merupakan bagian penahan arus air.
Bangunan terjunan dibuat dari beberapa jenis bahan sesuai dengan
ketersediaannya, yang paling banyak
adalah dari batu atau dari bambu atau bisa juga dari kayu atau dari
karung-karung pasir. Jika aliran kecil saja, maka bangunan terjunan umumnya
hanya diperkuat dengan rumput.
Gambar 7. Gambar Desain Bangunan Terjunan (drop
structures) yang dibangun dari batu, bambu atau kayu
c.
Rorak
dan Bangunan Penangkap Sedimen
Rorak
adalah lobang tanah diantara tanaman pohon dan dibangun untuk menangkap limpasan
dan erosi (Gambar 3.14).
Rorak dapat konstruksi dalam 60 cm, lebar 50 cm, jarak 10-15 m, jarak
baris 20 m (pada kelerengan landai) atau 10 m (pada kelerengan agak curam).
Rorak dapat dimodifikasi dengan membangun dinsing dan dasar dari semen, supaya tidak
mudah runtuh. Agar biayanya menjadi lebih murah dan berfungsi efektif, maka
lubang-lubang rorak perlu dibangun dengan ukuran yang agak besar, misalnya 2 m
x 2 m x 2 m, menyerupai bak penampung air. Jika bak penampung sudah hampir
penuh, maka sedimen harus dibersihkan agar berfungsi kembali. Bak penampung ini
juga berfungsi sebagai tandon air pada musim kemarau.
Gambar 8.
Contoh rorak di lahan pertanaman kopi
Rorak semacam ini sesuai untuk lahan yang tidak terlalu
curam dan belum diteras. Lahan agak berombak dengan kemiringan 2 – 15 %,
membentuk sistem aliran yang kompleks, pada umumnya ditanami sayur-sayuran. Pada musim penghujan
akan banyak sekali material tanah yang terangkut aliran, sehingga perlu adanya rorak (sediment trap) yang
dibangun agak rapat satu sama lain.
Gambar 9. Sketsa penangkap sedimen yang dibangun pada saluran pembagi
atau saluran pembuangan air di bagian atas check dam.
d.
Bangunan
Penahan (Gully Plug)
Pertemuan
saluran pembuangan atau drainasi baik yang alami maupun buatan mengakibatkan
aliran terkonsentrasi sehingga memiliki kekuatan merusak dan menggerus yang sangat
besar. Aliran air ini juga membawa serta material tanah sebagai
beban terangkut dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Upaya untuk menghambat
laju aliran dan sekaligus memberi kesempatan untuk mengendapkan sebagian bahan
yang terangkut dapat dilakukan dengan membangun hambatan yang dikenal sebagai
bangunan penahan atau gully plug.
Bangunan penahan dapat dibuat dari batu, kayu, atau bambu
sesuai dengan ketersediaan disekitar lokasi. Ukuran dan bentuk bangunan penahan disesuaikan dengan
keadaan di lapangan, terutama tergantung faktor-faktor kelerengan, penampang
saluran dan luas daerah tangkapannya.
e.
Bangunan
Penahan Longsor
Tanah
longsor di Sumbermanjing Wetan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu longsor
dangkal dan longsor dalam. Selama survei hanya dijumpai longsor dangkal, yakni
runtuhnya massa tanah permukaan, biasanya dijumpai di tebing sungai atau tebing
jalan. Walaupun volume
longsor macam ini kecil, tetapi jika jumlahnya banyak maka akan memberi
kontribusi yang cukup besar terhadap jumlah sedimen yang masuk ke sungai. Salah
satu pemicu terjadinya longsor dangkal ini adalah absennya pohon-pohon yang
memiliki perakaran dalam dan intensif. Perakaran pohon yang dalam dan intensif
mempunyai peran penting dalam menahan dan mengikat partikel tanah sehingga
tidak runtuh ketika mengalami pembasahan waktu hujan.
Penanggulangan
longsor dangkal dapat dilakukan dengan penanaman jenis-jenis pohon yang memiliki
perakaran dalam dan intensif. Disamping
itu, untuk penanganan mendesak dapat dibuat bangunan penahan baik dari anyaman
bambu (gedeg) atau dari pasangan bambu dan kayu atau dari pasangan batu dan
beton.
Di kawasan dengan intensitas kegiatan manusia yang tinggi
sehingga rawan longsor sebaiknya dilakukan upaya memperkecil timbulnya penyebab
longsor dengan mengkombinasikan : (a) penanaman pohon yang berakar dalam tetapi
ringan seperti bambu kecil, (b) memperlancar drainase (pembuangan air), dan (c) membuat bangunan
penahan, namun konstruksi ini biasanya sangat mahal dan kurang diprioritaskan
dalam kawasan hutan.