1. Erosi. Erosi
tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan DAS bagian
hulu, yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin
meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya
konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan menyebabkan degradasi lahan
Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan,
apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan
rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Erosi tanah oleh air di
Indonesia (daerah tropis), merupakan bentuk degradasi lahan yang sangat
dominan.
Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen
(hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah
terdegradasi oleh erosi tanah. Akibat degradasi oleh erosi ini dapat dirasakan
dengan semakin meluasnya lahan kritis. Praktek penebangan dan perusakan hutan
(deforesterisasi) merupakan penyebab utama terjadinya erosi di kawasan daerah
aliran sungai (DAS). Erosi tanah merupakan faktor utama penyebab
ketidak-berlanjutan kegiatan usahatani di wilayah hulu. Erosi yang intensif di
lahan pertanian menyebabkan semakin menurunnya produktivitas usahatani karena
hilangnya lapisan tanah bagian atas yang subur dan berakibat tersembul lapisan
cadas yang keras. Penurunan produktivitas usahatani secara langsung akan
diikuti oleh penurunan pendapatan petani dan kesejahteraan petani. Disamping
menyebabkan ketidak-berlanjutan usahatani di wilayah hulu, kegiatan usahatani
tersebut juga menyebabkan kerusakan sumberdaya lahan dan lingkungan di wilayah
hilir, yang akan menyebabkan ketidak-berlanjutan beberapa kegiatan usaha
ekonomi produktif di wilayah hilir akibat terjadinya pengendapan sedimen,
kerusakan sarana irigasi, bahaya banjir dimusim penghujan dan kekeringan
dimusim kemarau.
2. Pencemaran Agrokimia.
Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat
disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak
proporsional. Pada tahun enampuluhan terjadilah biorevolusi dibidang pertanian,
yang dikenal dengan revolusi hijau dan telah berhasil merubah pola pertanian
dunia secara spektakuler, yaitu dengan dikenalkannya penggunaan agrokimia, baik
berupa pupuk kimia maupun obat-obatan (insektisida). Memang dengan revolusi
hijau tersebut, produksi pangan dunia meningkat dengan tajam, sehingga telah
berhasil mengatasi kekhawatiran dunia akan adanya krisis pangan. Namun dampak
penggunaan agrokimia mulai dirasakan saat ini. Dampak negatip dari penggunaan
agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian,
gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan
petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang
akan ditanam.
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang
panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan
penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan
terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Perlu difikirkan
pada saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing
produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan
dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya
kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan
hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Misalnya
petani menggunakan urea (hanya mengandung hara N) dalam dosis tinggi secara terus
menerus, sementara tanaman mengambil unsur hara tidak hanya N (nitrogen) dalam
jumlah yang banyak, maka akan terjadi pengurasan hara lainnya. Unsur hara pokok
yang dibutuhkan tanaman semuanya ada 16 unsur, sehingga apabila tidak
ditambahkan akan terjadi pengurasan hara lainnya (15 hara) dan pada saatnya
akan terjadi kemerosotan kesuburan karena terjadi kekurangan hara lain.
Dilaporkan dipersawahan yang intensif missal Delanggu diduga kekurangan hara
mikro Zn dan Cu. Memang seyogyanya semua hara yang dibutuhkan tanaman perlu
ditambahkan, namun yang demikian sulit dilakukan. Kecuali dengan penambahan
pupuk organik secara periodik yang mengandung hara lengkap yang sekarang
semakin jarang dilakukan petani.
Penanaman varietas padi unggul secara mono cultur tanpa
adanya pergiliran tanaman, akan mempercepat terjadinya pengusan hara sejenis
dalam jumlah tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Hal ini kalau dibiarkan
terus menerus tidak menutup kemungkinan terjadinya defisiensi atau kekurangan
unsur hara tertentu dalam tanah.
Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik
berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah, bahkan banyak
tempat-tempat yang kandungan bahan organiknya sudah sampai pada tingkat rawan,
sekitar 60 persen areal sawah di Jawa kadungan bahan organiknya kurang dari 1
persen. Sementara, sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan)
jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 %. Bahan oraganik tanah
disamping memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki
struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan
organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburanfisiknya akan semakin
menurun.
3. Alih fungsi lahan. Konversi
lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan salah satu
ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan
pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam
berusaha tani dan tingkat keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain itu,
usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit diprediksi dan
mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya
sarana produksi dan pemasaran. Alih fungsi lahan banyak terjadi justru pada
lahan pertanian yang mempunyai produktivitas tinggi menjadi lahan
non-pertanian. Dilaporkan dalam periode tahun 1981-1999, sekitar 30% (sekitar
satu juta ha) lahan sawah di pulau Jawa, dan sekitar 17% (0,6 juta ha) di luar
pulau Jawa telah menyusut dan beralih ke non-pertanian, terutama ke areal
industri dan perumahan.
Banyak areal lumbung beras nasional kita yang beralih guna
seperti dipantura dan seperti pusat pembangunan di dalam pinggir perkotaan.
Daerah pertanian ini umumnya sudah dilengkapi dengan infrastruktur pengairan
sehingga berproduksi tinggi. Alih guna lahan sawah ke areal pemukiman dan
industri sangat berpengaruh pada ketersedian lahan pertanian, dan ketersediaan
pangan serta fungsi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar